belajar dengan mencoba
Suatu ketika, seorang mahasiswa-aktivis- yang baru saja mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan mendapatkan tawaran dari seorang kerabat dekat, katakanlah sepupunya. Sang sepupu mengatakan bahwa LSM yang sedang dirintisnya mencari para relawan pendidikan yang bersedia membina anak-anak putus sekolah, dan mungkin ada juga anak yang buta aksara. Karena idealisme yang tetap membara di dadanya, ia pun tak tanggung-tanggung untuk segera menerima tawaran tersebut.
Bagi seorang mahasiswa yang terbiasa terjun dalam lingkungan yang jauh dari zona nyaman, komitmen harga diri, kemanusiaan, keadilan, kesetiakawanan, dan ke-an positif lainnya menjadi hal utama. Mungkin menjadi ciri eksistensi idealisme yang di usung. Jika tak sedikit sarjana -fresh graduate -yang berfikir bahwa setelah lulus ia akan bekerja pada sebuah perusahaan pemerintah, swasta, ataupun PNS, maka baginya dengan tetap berada pada jangkauan aura idealismenya lah ia akan tetap menjadi dirinya.
***
Sampailah pada ketika pertemuan pertama terjadi. Betapa terkejutnya ketika ia melihat anak-anak calon bimbingannya. Ah, mungkin usia mereka sekitar 8-10 tahun. Ada yang senantiasa memetik gitarnya, ada yang sedang menambahkan kepingan tutup botol pada paku, ada yang membawa nampan plastik berisi gorengan, ada yang menggendong adiknya, oh..ada yang berjibaku dengan buku...sungguh hatinya terenyuh. Ia pun menghampiri si anak yang membawa buku yang ternyata komik. Lalu ditanyalah si anak tersebut, "kamu suka komik, bisa membaca?", "ga bisa..." jawab si anak. heran dia rupanya sehingga kembali bertanya,"lalu apa yang sedang kamu lakukan dengan komik itu?", si anak menjawab,"saya suka komik ini. saya emang ga bisa baca, tapi ngerti ceritanya dari gambar"...
Bingung ia memulai pertemuan perdananya...@^##*^)($@!R^%&...AHA..ting ting ting...
Ia bersegera menghidupkan ruangan dengan musik yang menghentak dan mulai menari walaupun dengan gerakan yang seadanya. Anak-anak pun terheran-heran melihat tingkah calon kakak mereka..."Ayo ikut bergerak!" cetusnya. Anak-anak pun turut bergerak mengikuti alunan musik. Hingga sampai musik berhenti, semuanya tertawa bersama-sama,dan kemudian...
anak-anakku,Bagaimana kalian bisa menari seperti tadi?
Ya...kami menari saja hehehe...
anak-anakku,Bagaimana kalian bisa bicara,pernah ibu kalian bercerita?
Katanya,kami belajar bicara mulai dengan "ma.ma...mama".
Bagaimana kalian dapat membaca?
Ibu mengajarkan baca dengan mengenalkan huruf dan mulai membaca bunyinya.(kata seorang anak)
Berarti kalian belajar membaca dengan membaca, iya?
lalu,ditayalah salah seorang diantaranya,
Bagaimana kamu bisa menulis?
Aku bisa menulis karena aku belajar menulis dengan mulai menulis.
Oya...Dulu kakak belajar menulis dari mulai coretan seperti bola kusut, garis seperti pagar, bulatan seperti telur,sampai kakak gabungkan keduanya seperti huruf D.
Dan Katanya dalam hati,Kini aku belajar menulis dengan menulis
di sini
Bagi seorang mahasiswa yang terbiasa terjun dalam lingkungan yang jauh dari zona nyaman, komitmen harga diri, kemanusiaan, keadilan, kesetiakawanan, dan ke-an positif lainnya menjadi hal utama. Mungkin menjadi ciri eksistensi idealisme yang di usung. Jika tak sedikit sarjana -fresh graduate -yang berfikir bahwa setelah lulus ia akan bekerja pada sebuah perusahaan pemerintah, swasta, ataupun PNS, maka baginya dengan tetap berada pada jangkauan aura idealismenya lah ia akan tetap menjadi dirinya.
***
Sampailah pada ketika pertemuan pertama terjadi. Betapa terkejutnya ketika ia melihat anak-anak calon bimbingannya. Ah, mungkin usia mereka sekitar 8-10 tahun. Ada yang senantiasa memetik gitarnya, ada yang sedang menambahkan kepingan tutup botol pada paku, ada yang membawa nampan plastik berisi gorengan, ada yang menggendong adiknya, oh..ada yang berjibaku dengan buku...sungguh hatinya terenyuh. Ia pun menghampiri si anak yang membawa buku yang ternyata komik. Lalu ditanyalah si anak tersebut, "kamu suka komik, bisa membaca?", "ga bisa..." jawab si anak. heran dia rupanya sehingga kembali bertanya,"lalu apa yang sedang kamu lakukan dengan komik itu?", si anak menjawab,"saya suka komik ini. saya emang ga bisa baca, tapi ngerti ceritanya dari gambar"...
Bingung ia memulai pertemuan perdananya...@^##*^)($@!R^%&...AHA..ting ting ting...
Ia bersegera menghidupkan ruangan dengan musik yang menghentak dan mulai menari walaupun dengan gerakan yang seadanya. Anak-anak pun terheran-heran melihat tingkah calon kakak mereka..."Ayo ikut bergerak!" cetusnya. Anak-anak pun turut bergerak mengikuti alunan musik. Hingga sampai musik berhenti, semuanya tertawa bersama-sama,dan kemudian...
anak-anakku,Bagaimana kalian bisa menari seperti tadi?
Ya...kami menari saja hehehe...
anak-anakku,Bagaimana kalian bisa bicara,pernah ibu kalian bercerita?
Katanya,kami belajar bicara mulai dengan "ma.ma...mama".
Bagaimana kalian dapat membaca?
Ibu mengajarkan baca dengan mengenalkan huruf dan mulai membaca bunyinya.(kata seorang anak)
Berarti kalian belajar membaca dengan membaca, iya?
lalu,ditayalah salah seorang diantaranya,
Bagaimana kamu bisa menulis?
Aku bisa menulis karena aku belajar menulis dengan mulai menulis.
Oya...Dulu kakak belajar menulis dari mulai coretan seperti bola kusut, garis seperti pagar, bulatan seperti telur,sampai kakak gabungkan keduanya seperti huruf D.
Dan Katanya dalam hati,Kini aku belajar menulis dengan menulis
di sini
Comments